1.Attsoederention deficit/ Hiperactivity disorder (ADHD)
Attetion deficit/ Hiperactivity disorder (ADHA) atau dalam bahasa
indonesianya adalah Gangguan pemusatan perhatian / Hiperaktivity (GPPH).
Menurut Prof.Dr.Wirawan Sarwono seoprang psikolog senior, istilah
GPPH tak dapat dipukul rata .Perlu dibedakan antara penderita GPPH
dengan anak yang nakal, kreatif, ingin tahu, aktif dari usianya, dan
anak yang ber IQ tinggi.
Untuk menentukkan apakah seseorang anak menderita GPPH, harus
dipenuhi 6 syarat.Kalau satu saja tidak terpenuhi, maka belum tentu si
anak mengalami ggaguan tersebut.Adapun 6 syarat tersebut:
- Sering bermain tangan dan tak bisa duduk diam.
- Sering meninggalkan tempat duduk dalam kelasnya atau pada situasi
lain yang membutuhkan anak tetap duduk diam.
- Berlari atau memanjat berlebihan pada situasi tidak tepat.
- Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam kegiatan yang
memerlukan diam
- Selalu bergerak seperti dikendalikan suatu motor
- Selalu bicara berlebihan.
Dulu,GPPH kerap dianggap sebagai kelainan psikologis atau psikiatrik
semata tanpa kelainan biologis atau organic.Namun penelitian terakhir
menunjukkan adanya kelainan di beberapa daerah otak pada anak-anak yang
mengalami GPPPH, berupa ukurannya yang lebih kecil dibanding anak-anak
normal.Daerah tersebut adalah korteks prefrontal, ganglia basalis, dan
otak kecil.
Daerah korteks prefrontal berfungsi menentukkan perilaku dan
konsentrasi, ganglia basalis fungsi ini mengurangi respon otomatis dan
mengkoordinasi berbagai input yg diterima oleh korteks otak. Sedang otak
kecil, mungkin berfungsi dalam pengaturan motivasi. Selain itu, GPPH
juga bisa dipicu oleh gangguan dalam metabolisme substansi kimia yg
bernama neurotransmitter.Berbagai faktor diduga menyebabkan kelainan
struktur dan neurokimia otak tersebut, diantaranya faktor genetik,
lingkungan, psikososial, dan factor resiko lainnya.
Anak yang karena berbagai faktor lingkungan seperti kekurangan
oksigen dalam rahim atau kelahiran, terauma lahir, infeksi virus
intrauterine, meningitis, trauma kepala, atau kekurangan gizi, juga
berpeluang besar menderita gangguan ini.
Berbagai faktor sosial dapat juga dapat mencetuskan GPPH pada
anak.Faktor itu misalnya tidak mempunyai orang tua, korban perceraian,
adanya saudara bersifat anti sosial atau alkoholik,penyianyian dan
penyiksaan.Faktor resiko lainnya adalah retardasi mental, berat badan
lahir rendah, kelainan fisik minor, gangguan susunan saraf pusat,
gangguan penglihatan dan pendengaran, epilepsi, gejala sisa trauma
kepala, penyakit kronik, dan kesulitan tidur.
GPPH harus ditangani sebaik mungkin,sebab 30 hingga 50 persen GPPH
terbawa sampai ke masa remaja dan dewasa.Karena GPPH di sebabkan oleh
gangguan psikologis/psikiatrik dan gangguan biologi/organik.Maka
penangannya pun dilakukan dengan 2 cara yaitu secara medik dan
intervansi sosial.
Tindakan medik berupa pemberian obat dilakukkan bila gejala
hiperaktivitas cukup berat, hingga menyebabkan gangguan di sekolah,
dirumah, atau hubungan dengan teman.Pengobatan bertujuan untuk
menghilangkan gejala dan memudahkan terapi psikologi.
Beberapa tehnik intervensi itu adalah :
- Progrresive Delayed Procedure, yakni anak-anak dengan GPPH dapat
dilatih dengan menunda ganjaran.
- Intervansi secara sistematis dan terencana oleh guru.Guru tidak
menganggap anak GPPH adalah anak nakal.Guru harus tegas namun dapat
memberikan dukungan.Mis: anak sebaiknya didudukan didepan.
- Memberikan pilihan tugas, murid yang menderita GPPH diberikan
kebebasan memilih format tugasnya.
- Peer tutoring, yakni meningkatkan atau memperbaiki perilaku di kelas
dengan bantuan teman-teman sekelas.
Secara fisik ditemukan perbedaa bermakna dari hasil pemeriksaan otak
pada penderitaan GPPH dengan agak normal.Pada anak hiperaktif, otak
karena persen lebih kecil ketimbang otak kirinya.Sebanyak 35-50 persen
kasus anak penyandang GPPH, pada hasil pemeriksaan gelombang elektro
ensefalografi (EEG) nya menunjukkan ‘abnormalitas’ yaitu berupa
peningkatan gelombang lambat yang spesifik .”Jadi, masalahnya diotak.”
Menurut berbagai penelitian mutakhir, GPPH jelas merupakan gangguan
biologis, jadi bukan gangguan psikologik semata, yaitu adanya
defisiensi atau kekurangan kepekaan terhadap penguat (reinforcement)
atau faktor motivasional.
2.Diseleksia
“ Kesulitan membaca bukan pertanda anak
bodoh.Mungkin ia membutuhkan cara belajar yang tepat.”
Kesulitan membaca (Diseleksia) adalah adanya hambatan dalam
perkembangan kemampuan membaca pada seseorang namun, penyebabnya
bukanlah tingkat kecerdasan yang rendah, gangguan
penglihatan/pendengaran , gangguan neurologis ataupun kurangnya
kesempatan berlatih.
Seperti pada kesulitan berhitung(Diskalkulia), kesulitan menulis
ekspresif (disgrafia), masalah penyandang diseleksia adalah pemrosesan
di dalam otaknya.Tak heran seringkali ada perbedaan nyata antara nilai
IQ mereka dengan nilai prestasi akademik sekolahnya.
Gangguan ini tampak pada tiga gejala pokok: tidak teliti dalam
membaca, membacanya dengan lambat, dan pemahaman yang buruk dalam
membaca.
Kesulitan membaca itu bisa muncul dalam berbagai bentuk ada yang bisa
mengeja tapi tidak mampu membaca dalam kata, misalnya putih dibaca
putu, kaki dibaca kika.Ada juga yang membacanya terbalik, topi dibaca
ipot, minum dibaca munin.Sulit membedakan huruf b dan d, q dan p,
khususnya akibatnya, mereka dapak untuk bapak.Diluar aspek bahasa, pada
anak diseleksia seringkali terdapat gangguan perkembangan lain.Misalnya,
konsentrasi yang buruk, kontrol diri kurang, dan clumsy contoh
konkretnya, terkadang anak mengalami kesulitan melempar tangkap bola
atau mengikat tali sepatu.
Bila tak segera mendapat penanganan yang baik, kesulitan belajar bisa
memberikan dampak negatif bagi anak.Label bodoh, ceroboh bisa membuat
mereka terganggu secara emosional.Gangguan ini bisa mempengaruhi keadaan
anak selanjutnya.
Penelusuran penyebab kesulitan belajar itu sendiri, menurut Dr.Ika
Widyawati, pengajar bagian psikatri FKUI, dapat dilakukkan lewat
beberapa pemeriksaan.Pemeriksaan fisik untuk memeriksa kemungkinan
adanaya kelainan organis pada anak, pemeriksaan psikiatrik dan
psikososial untuk melihat konflik kejiwaan, hubungan sosial atau cara
pendidikan yang salah, dan pemeriksaan psikometrik untuk mengetahui
taraf kecerdasan serta potensi anak.
Dari hasil pemeriksaan itu, pada anak dapat dilakukkan pengobatan di
bidang edukatif.Diantaranya lewat pendidikan remedial oleh tenaga
professional.Penanganan itu dapat dikombinasikan dengan psikoterapi,
terapi obat, psikososial, terapi wicara, dan terapi okupasi untuk
melatih ketrampilan motorik halusnya.
Tips membantu anak mengatasi Diseleksia:
- Jangan memberikan stigma negatif seperti bodoh, bego, pemalas,
pengacau.
- Jangan membanding-bandingkan dengan orang lain.
- Jangan member tekanan berlebihan sehingga ia akan merasa takut
gagal atau mengecewakan.
- Jangan (tanpa kesadarannya) menyuruh membaca keras-keras agar
terdengar orang lain.
- Gunakan (kalau perlu) alat penunjuk/ penanda baca agar
penglihatannya mengikuti alur membacanya.
- Sebaiknya ketrampilan tangan mereka dilatih dengan melempar tangkap
bola, memainkan wayang, bermain dengan bulir-bulir.
- Berikan lingkungan yang kondusif serta guru yang kompeten.
3.Gangguan artikulasi
Anak-anak yang bicaranya tak jelas atau sulit ditangkap dalam istilah
psikologi/psikiatri disebut mengalami gangguan artikulasi atau
fonologis. Namun gangguan ini wajar terjadi karena tergolong gangguan
perkemb`ngan. Dengan bertambah usia, diharapkan gangguan ini bisa
diatasi.
Kendati begitu, gangguan ini ada yang ringan dan berat. Yang ringan,
saat usia 3 tahun si kecil belum bisa menyebut bunyi L, R, atau S.
Hingga, kata mobil disebut mobing atau lari dibilang lali. “Biasanya
gangguan ini akan hilang dengan bertambah usia anak atau bila kita
melatihnya dengan membiasakan menggunakan bahasa yang baik dan benar,”
jelas Dra. Mayke S. Tedjasaputra. Hanya saja, untuk anak yang tergolong
“pemberontak” atau negativistiknya kuat, umumnya enggan dikoreksi.
Sebaiknya kita tak memaksa meski tetap memberitahu yang benar dengan
mengulang kata yang dia ucapkan. Misal, “Ma, yuk, kita lali-lali!”,
segera timpali, “Oh, maksud Adik, lari-lari.”
Yang tergolong berat, anak menghilangkan huruf tertentu atau
mengganti huruf dan suku kata. Misal, toko jadi toto atau stasiun jadi
tatun. “Pengucapan semacam ini, kan, jadi sulit ditangkap orang lain,”
ujar pengajar di Fakultas Psikologi UI dan konsultan psikologi di LPT UI
ini.
PENYEBAB
Gangguan fonologis bisa dikarenakan faktor usia yang mengakibatkan
alat bicara atau otot-otot yang digunakan untuk berbicara (speech motor)
belum lengkap atau belum berkembang sempurna; dari susunan gigi geligi,
bentuk rahang, sampai lidah yang mungkin masih kaku. Beberapa kasus
gangguan ini malah berkaitan dengan keterbelakangan mental. Anak yang
kecerdasannya tak begitu baik, perkembangan bicaranya umumnya juga akan
terganggu. Bila gangguan neurologis yang jadi penyebab, berarti ada
fungsi susunan saraf yang mengalami gangguan. Sebab lain, gangguan
pendengaran. Bila anak tak bisa mendengar dengan jelas, otomatis
perkembangan bicaranya terganggu. Tak kalah penting, faktor lingkungan,
terutama bila anak tidak/kurang dilatih berbicara secara benar.
TERAPI BICARA
Bila penyebabnya kurang latihan atau stimulasi, akan lebih mudah dan
relatif lebih cepat penyembuhannya asal mendapat penanganan yang baik.
Namun bila dikarenakan gangguan neurologis, perlu dikonsultasikan ke
ahli neurologi. Sementara jika berhubungan dengan keterbelakangan
mental, biasanya relatif lebih sulit karena tergantung tingkat
keterbelakangan mentalnya. “Kalau masuk kategori terbelakang sedang,
pengucapan kata-kata anak biasanya juga sulit ditangkap. Akan tetapi
dengan pemberian terapi bicara, pengucapannya bisa agak jelas, meski ada
juga beberapa yang masih sulit dicerna oleh orang yang
mendengarkannya,” jelas Mayke.
Yang jelas, jika gangguannya masuk dalam taraf sulit, dianjurkan
membawa anak berkonsultasi. Kriteria sulit: bila sudah mengganggu
komunikasi atau kontak dengan orang lain, bahkan orang serumah pun tak
mengerti apa yang dimaksudnya. Bila sudah ber”sekolah”, gangguan ini
bisa mempengaruhi prestasi. Misal, harus bernyanyi di depan kelas, tapi
karena belum fasih membuatnya tak berani tampil. Jikapun berani,
pengucapannya yang tak jelas akan memancing teman-teman
mengolok-oloknya.
Dibutuhkan bantuan ahli terapi bicara untuk mengatasinya. Biasanya
terapis akan menelaah kembali apakah si kecil mengalami gangguan speech
motor. Gangguan speech motor ada yang bisa dilatih seperti halnya meniup
lilin. Tak jarang perlu pula bantuan ahli THT untuk mengoreksi adanya
gangguan pada organ-organ yang berhubungan dengan bicara yang berada di
daerah mulut. Mungkin ada anak yang lidahnya tak terbentuk dengan baik,
hingga terlalu pendek dan mempengaruhi kemampuan bicaranya. Cacat bawaan
seperti sumbing juga bisa berpengaruh pada cara bicaranya, tapi
gangguan ini bisa diatasi dengan operasi dan terapi bicara.
BAWA BERKONSULTASI
Anak yang mengalami gangguan fonologis kriteria sedang hingga berat,
biasanya terlambat pula perkembangan bicaranya. Misal, baru bisa bicara
di usia 3 tahun, atau usia 2,5 tahun baru bisa menyebut Mama/Papa.
Kemungkinan lain, meski sudah 2 tahun tapi kemampuan bicaranya masih
tahap bubbling alias tanpa arti, seperti “ma…mapa…pa”. Namun bahasa
resetif atau penerimaannya cukup baik, hingga bila ia disuruh atau
diajak bicara akan mengerti.
Yang seperti ini pun, saran Mayke, sebaiknya dibawa berkonsultasi
karena bila dibiarkan berlanjut, kemungkinan anak akan mengalami
gangguan fonologis lebih parah. Itu sebab, bila sejak usia 10 bulan atau
setahun, anak mulai dapat menyebut “Mama/Papa”, tapi selepas 2 dua
tahun tak bertambah, kita harus curiga dan cepat minta bantuan ahli.
Terlebih bila kita sudah cukup banyak memberi stimulasi atau rangsangan.
Bisa dengan membawanya ke psikolog/psikiater lebih dulu untuk
mengetahui apakah ia mengalami gangguan fonologis karena keterbelakangan
mental, gangguan neurologis, atau sebab lain.
Bila masalahnya menyangkut gangguan yang tak bisa dit`ngani psikolog,
sebaiknya anak dirujuk ke ahli lain, seperti neurolog atau ahli terapi
bicara. Para ahli terapi bicara bisa ditemui di berbagai institusi yang
melakukan terapi untuk anak autis atau anak yang mengalami gangguan
perhatian. Mereka biasanya juga menangani anak yang mengalami gangguan
bicara. Sedangkan lama penanganan tergantung beberapa hal. Seperti
berat-ringan gangguan, upaya/kesediaan orang tua untuk mengantar anaknya
terapi secara teratur maupun melatihnya di rumah, serta kerjasama dari
anak. Jadi, saran Mayke, kita jangan segan-segan menanyakan pada terapis
apa yang perlu dilakukan di rumah untuk menangani anak. Harusnya
terapis-terapis pun cukup terbuka untuk memberi saran atau masukan
seperti itu.
Keahlian terapis juga mempengaruhi tenggang waktu yang dibutuhkan
untuk menangani gangguan anak. Begitu pula penguasaan/pendalaman
terhadap masing-masing bentuk gangguan, tingkat kesulitan, dan cara
penanganan yang tepat untuk tiap gangguan tadi. Selain, terapis juga
harus bisa membina hubungan baik dengan anak, hingga anak merasa senang
mengikuti program tersebut. Sebaliknya, akan jadi kendala bila si
terapis kaku dan tak bisa membujuk anak
Sumber : tabloid nakita (KG Group)
4.Autisme
AUTISME atau disebut dengan
Autistic
Spectrum Disorder (ASD), hingga kini belum diketahui
secara pasti penyebabnya. Meski demikian, saat ini sudah ada beberapa
langkah tepat untuk penderita autis agar dapat memiliki kemampuan
bersosialisasi, bertingkah laku, dan berbicara.
Tanda – tanda Autisme
- - tidak bisa menguasai atau sangat lamban dalam penguasaan
bahasa sehari-hari
- - hanya bisa mengulang-ulang beberapa kata
- - mata yang tidak jernih atau tidak bersinar
- - tidak suka atau tidak bisa atau atau tidak mau melihat mata
orang lain
- - hanya suka akan mainannya sendiri (kebanyakan hanya satu
mainan itu saja yang dia mainkan)
- - serasa dia punya dunianya sendiri
- - tidak suka berbicara dengan orang lain
- - tidak suka atau tidak bisa menggoda orang lain
Berbagai hal yang
dicurigai berpotensi untuk
menyebabkan autisme :
- Vaksin
yang mengandung Thimerosal : Thimerosal adalah zat pengawet yang
digunakan di berbagai vaksin. Karena banyaknya kritikan, kini sudah
banyak vaksin yang tidak lagi menggunakan Thimerosal di negara
maju. Namun, entah bagaimana halnya di negara berkembang …
- Televisi
: Semakin maju suatu negara, biasanya interaksi antara anak – orang tua
semakin berkurang karena berbagai hal. Sebagai kompensasinya,
seringkali TV digunakan sebagai penghibur anak. Ternyata ada
kemungkinan bahwa TV bisa menjadi penyebab autisme pada anak,
terutama yang menjadi jarang bersosialisasi karenanya.
Dampak TV tidak dapat dipungkiri memang sangat dahsyat, tidak hanya
kepada perorangan, namun bahkan kepada masyarakat dan/atau negara.
Contoh paling nyata adalah kasus pada negara terpencil Bhutan – begitu
mereka mengizinkan TV di negara mereka,
jumlah
dan jenis kejahatan meningkat dengan drastis.
Bisa kita bayangkan sendiri apa dampaknya kepada anak-anak kita yang
masih polos. Hiperaktif ?
ADHD
? Autisme ? Sebuah penelitian akhirnya kini telah
mengakui
kemungkinan tersebut.
- Genetik
: Ini adalah dugaan awal dari penyebab autisme; autisme telah lama
diketahui bisa diturunkan dari orang tua kepada anak-anaknya.
Namun tidak itu saja, juga ada kemungkinan variasi-variasi lainnya.
Salah satu contohnya adalah bagaimana
anak-anak yang lahir
dari ayah yang berusia lanjut memiliki kans lebih besar untuk
menderita autisme. (walaupun sang ayah normal / bukan autis)
- Makanan :
Pada tahun 1970-an, Dr. Feingold dan kolega-koleganya menyaksikan
peningkatan kasus ADHD dalam skala yang sangat besar. Sebagai
seseorang yang pernah hidup di era 20 / 30-an, dia masih ingat bagaimana
ADHD nyaris tidak ada sama sekali di zaman tersebut.
Dr. Feingold kebetulan telah mulai mengobati beberapa kasus kelainan
mental sejak tahun 1940 dengan memberlakukan diet khusus kepada
pasiennya, dengan hasil yang jelas dan cenderung dalam waktu yang
singkat.
Terapi diet tersebut kemudian dikenal dengan nama
The
Feingold Program.
Pada intinya, berbagai zat kimia yang ada di makanan modern
(pengawet, pewarna, dll) dicurigai menjadi penyebab dari autisme pada
beberapa kasus. Ketika zat-zat tersebut dihilangkan dari makanan para
penderita autisme, banyak yang kemudian mengalami peningkatan situasi
secara drastis.
Dr. Feingold membayar penemuannya ini dengan cukup mahal. Sekitar
tahun 1970-an,
beliau
dikhianati oleh The Nutrition Foundation, dimana Coca cola, Kraft
foods, dll adalah anggotanya. Beliau tiba-tiba diasingkan oleh
AMA, dan ditolak untuk menjadi
pembicara dimana-mana.
Syukurlah kemudian berbagai buku beliau bisa terbit, dan hari ini kita
jadi bisa tahu berbagai temuan-temuannya seputar bahaya makanan modern.
- Radiasi pada janin bayi : Sebuah riset dalam skala besar di
Swedia menunjukkan bahwa bayi yang
terkena gelombang Ultrasonic berlebihan akan cenderung menjadi
kidal.
Dengan makin banyaknya radiasi di sekitar kita, ada kemungkinan radiasi
juga berperan menyebabkan autisme. Tapi bagaimana menghindarinya,
saya juga kurang tahu. Yang sudah jelas mudah untuk dihindari
adalah USG – hindari jika tidak perlu.
- Folic
Acid : Zat ini biasa diberikan kepada wanita hamil untuk mencegah
cacat fisik pada janin. Dan hasilnya memang cukup nyata, tingkat
cacat pada janin turun sampai sebesar 30%. Namun di lain pihak, tingkat
autisme jadi meningkat.
Pada saat ini penelitian masih terus berlanjut mengenai ini.
Sementara ini, yang mungkin bisa dilakukan oleh para ibu hamil adalah
tetap mengkonsumsi folic acid – namun tidak dalam dosis yang sangat
besar (normalnya wanita hamil diberikan dosis folic acid 4x lipat dari
dosis normal).
Atau yang lebih baik – perbanyak makan buah-buahan yang kaya dengan
folic acid, karena
alam
bisa mencegah tanpa menyebabkan efek samping :
Nature is more precise; that’s why all man-made drugs have side
effects
- Sekolah
lebih awal : Agak mengejutkan, namun ada beberapa penelitian yang
menunjukkan bahwa menyekolahkan anak lebih awal (pre school) dapat
memicu reaksi autisme.
Diperkirakan, bayi yang memiliki bakat autisme sebetulnya bisa sembuh
/ membaik dengan berada dalam lingkupan orang tuanya. Namun, karena
justru dipindahkan ke lingkungan asing yang berbeda (sekolah playgroup /
preschool), maka beberapa anak jadi mengalami shock, dan bakat
autismenya menjadi muncul dengan sangat jelas.
Untuk menghindari ini, para orang tua perlu memiliki kemampuan untuk
mendeteksi bakat autisme pada anaknya secara dini. Jika ternyata ada
terdeteksi, maka mungkin masa preschool-nya perlu dibimbing secara
khusus oleh orang tua sendiri. Hal ini agar ketika masuk masa
kanak-kanak maka gejala autismenya sudah hampir lenyap; dan sang anak
jadi bisa menikmati masa kecilnya di sekolah dengan bahagia.
Dan mungkin saja masih ada banyak lagi berbagai potensi penyebab
autisme yang akan ditemukan di masa depan, sejalan dengan terus
berkembangnya pengetahuan di bidang ini.
Anak yang menderita autis sebenarnya dapat diketahui sejak usia dini.
Karena umumnya gangguan ini muncul sebelum anak berusia tiga tahun.
Hanya kebanyakan orangtua kurang
aware dengan
gejala yang timbul pada anaknya hingga usia empat tahun.
Padahal pada usia tersebut, anak sudah larut dengan dunianya sendiri
sehingga tidak bisa berkomunikasi dan berinterkasi dengan teman-teman
dan lingkungannya. Ketika kondisi tersebut terlambat diketahui, maka
langkah utama yang harus dilakukan ialah memfokuskan kelebihan anak di
bidang tertentu yang dikuasainya.
Nah, kunci sukses untuk membantu para orangtua atau keluarga agar
penderita autis dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, maka
seluruh anggota keluarga harus turut langsung membantu para penderita
ini berusaha melakukan hal itu.
Menurut dr Irawan Mangunatmadja, Sp.A(K), pakar autis indonesia,
beberapa keganjalan yang sering dilakukan oleh penderita autis dapat
dibantu dengan melakukan empat macam terapi. Saat ini sudah terdapat
beberapa terapi bagi penderita autis, baik itu terapi perilaku – ABA,
terapi sensori integrasi, terapi okupasi, terapi wicara maupun terapi
tambahan seperti terapi musik, AIT,
Dolphin Assisted Therapy.
“Terapi perilaku – ABA merupakan terapi gentak untuk memperbaiki
perilaku anak autis yang sering menyimpang. Salah satu hal yang dapat
dilakukan ialah bersuara keras saat memberikan perintah pada anak. Kalau
anak tidak mau melakukan apa yang diperintahkan, maka harus mengagetkan
mereka,” kata dr Irawan dalam seminar yang diselenggarakan di Kantor
Pusat Sun Hope Indonesia, belum lama ini.
Terapi sensori integrasi, sambungnya, khusus ditujukan pada fungsi
biologis otak. Sehingga otak melakukan segala sesuatu dengan benar.
Sementara itu, terapi okupasi dilakukan untuk memperbaiki aktivitas
penderita autis. Selain itu ada juga terapi wicara yang dilakukan untuk
membantu penderita autis yang mengalami gangguan bicara agar bisa
berbicara kembali.
Ternyata agar anak autis dapat kembali di tengah-tengah keluarganya,
tak hanya langkah terapi saja yang dilakukan. Pemberian nutrisi tepat
bagi penyandang autis juga harus diperhatikan. Karena pada beberapa
studi menunjukkan bahwa anak yang mengalami autisme ternyata juga alergi
terhadap makanan tertentu.
Menurut ahli gizi Sun Hope Indonesia, Fatimah Syarief, AMG, StiP,
orang tua perlu memerhatikan beberapa jenis makanan yang sebaiknya
dihindari seperti makanan yang mengandung
gluten
(tepung terigu), permen, sirip, dan makanan siap saji yang mengandung
pengawet, serta bahan tambahan makanan.
“Penderita autis umumnya mengalami masalah pencernaan terutama
makanan yang mengandung
casein (protein susu)
dan
gluten (protein tepung),”
Selain asupan makanan yang tepat, suplementasi pun perlu diberikan
pada pasien autis mengingat adanya gangguan metabolisme penyerapan zat
gizi (
lactose intolerance) dan gangguan cerna
yang diakibatkan karena konsumsi antibiotik dengan pemberian
sinbiotic
(kombinasi Sun Hope probiotik dan
enzymes
sebagai prebiotik).
“Meski suplemen penting diberikan pada penderita autis, hal yang
paling tepat dilakukan adalah memberikan pengaturan nutrisi yang tepat.
Ketika makanan tidak tepat masuk ke dalam tubuh, maka akan masuk ke usus
halus dan tidak tercerna dengan baik. Akhirnya makanan tersebut keluar
melalui urin, karena material tersebut sifatnya
toxic (racun)
sehingga terserap ke otak. Hal tersebut menyebabkan anak autis semakin
hiperaktif,” jelasnya panjang lebar.
Tak hanya itu saja, untuk membantu mengurangi gejala hiperaktif dan
membantu meningkatkan konsentrasi dan perbaikan perilaku, suplementasi
omega 3
5.GANGGUAN PENCERNAAN, PENYEBAB UTAMA KESULITAN MAKAN PADA
ANAK
Pemberian makan pada anak memang sering menjadi
masalah buat orangtua atau pengasuh anak. Keluhan tersebut sering
dikeluhkan orang tua kepada dokter yang merawat anaknya. Faktor
kesulitan makan pada anak inilah yang sering dialami oleh sekitar 25%
pada usia anak, jumlah akan meningkat sekitar 40-70% pada anak yang
lahir prematur atau dengan penyakit kronik. Hal ini pulalah yang sering
membuat masalah tersendiri bagi orang tua, bahkan dokter yang
merawatnya. Penelitian yang dilakukan di Jakarta menyebutkan pada anak
prasekolah usia 4-6 tahun, didapatkan prevalensi kesulitan makan sebesar
33,6%. Sebagian besar 79,2% telah berlangsung lebih dari 3 bulan
Kesulitan makan karena sering dan berlangsung lama sering dianggap
biasa. Sehingga akhirnya timbul komplikasi dan gangguan tumbuh kembang
lainnya pada anak. Salah satu keterlambatan penanganan masalah tersebut
adalah pemberian vitamin tanpa mencari penyebabnya sehingga kesulitan
makan tersebut terjadi berkepanjangan. Akhirnya orang tua
berpindah-pindah dokter dan berganti-ganti vitamin tapi tampak anak
kesulitan makannya tidak membaik. Sering juga terjadi bahwa kesulitan
makan tersebut dianggap dan diobati sebagai infeksi tuberkulosis yang
belum tentu benar diderita anak.
Dengan penanganan kesulitan makan pada anak yang optimal diharapkan
dapat mencegah komplikasi yang ditimbulkan, sehingga dapat meningkatkan
kualitas anak Indonesia dalam menghadapi persaingan di era globalisasi
mendatang khususnya. Tumbuh kembang dalam usia anak sangat menentukan
kualitas seseorang bila sudah dewasa nantinya.
GEJALA SUATU PENYAKIT
Kesulitan makan bukanlah diagnosis atau penyakit, tetapi
merupakan gejala atau tanda adanya penyimpangan, kelainan dan penyakit
yang sedang terjadi pada tubuh anak. Pengertian kesulitan makan adalah
jika anak tidak mau atau menolak untuk makan, atau mengalami kesulitan
mengkonsumsi makanan atau minuman dengan jenis dan jumlah sesuai usia
secara fisiologis (alamiah dan wajar), yaitu mulai dari membuka mulutnya
tanpa paksaan, mengunyah, menelan hingga sampai terserap dipencernaan
secara baik tanpa paksaan dan tanpa pemberian vitamin dan obat tertentu.
Gejala kesulitan makan pada anak (1). Kesulitan mengunyah, menghisap,
menelan makanan atau hanya bisa makanan lunak atau cair, (2) Memuntahkan
atau menyembur-nyemburkan makanan yang sudah masuk di mulut anak,
(3).Makan berlama-lama dan memainkan makanan, (4) Sama sekali tidak mau
memasukkan makanan ke dalam mulut atau menutup mulut rapat, (5)
Memuntahkan atau menumpahkan makanan, menepis suapan dari orangtua, (6).
Tidak menyukai banyak variasi makanan dan (7), Kebiasaan makan yang
aneh dan ganjil.
PENYEBAB UTAMA KESULITAN MAKAN
Penyebab kesulitan makanan itu sangatlah banyak. Semua gangguan
fungsi organ tubuh dan penyakit bisa berupa adanya kelainan fisik,
maupun psikis dapat dianggap sebagai penyebab kesulitan makan pada anak.
Kelainan fisik dapat berupa kelainan organ bawaan atau infeksi bawaan
sejak lahir dan infeksi didapat dalam usia anak.
Secara umum penyebab umum kesulitan makan pada anak dibedakan dalam 3
faktor, diantaranya adalah hilang nafsu makan, gangguan proses makan di
mulut dan pengaruh psikologis. Beberapa faktor tersebut dapat berdiri
sendiri tetapi sering kali terjadi lebih dari 1 faktor. Penyebab paling
sering adalah hilangnya nafsu makan, diikuti gangguan proses makan.
Sedangkan faktor psikologis yang dulu dianggap sebagai penyebab utama,
mungkin saat mulai ditinggalkan atau sangat jarang.
Pengaruh hilang atau berkurangnya nafsu makan tampaknya merupakan
penyebab utama masalah kesulitan makan pada anak. Pengaruh nafsu makan
ini bisa mulai dari yang ringan (berkurang nafsu makan) hingga berat
(tidak ada nafsu makan). Tampilan gangguan yang ringan berupa minum susu
botol sering sisa, waktu minum ASI berkurang (sebelumnya 20 menit
menjadi 10 menit), makan sering sisa atau hanya sedikit atau
mengeluarkan dan menyembur-nyemburkan makanan di mulut. Sedangkan
gangguan yang lebih berat tampak anak menutup rapat mulutnya atau tidak
mau makan dan minum sama sekali. Berkurang atau hilangnya nafsu makan
ini sering diakibatkan karena gangguan fungsi saluran cerna.
Gangguan fungsi pencernaan tersebut kadang tampak ringan seperti
tidak ada gangguan. Tanda dan gejala yang menunjukkan adanya gangguan
tersebut adalah perut kembung, sering “
cegukan”, sering buang
angin, sering muntah atau seperti hendak muntah bila disuapin makan.
Gampang timbul muntah terutama bila menangis, berteriak, tertawa,
berlari atau bila marah. Sering nyeri perut sesasaat, bersifat hilang
timbul. Sulit buang air besar (bila buang air besar ”
ngeden”,
tidak setiap hari buang air besar, atau sebaliknya buang air besar
sering (>2 kali/perhari). Kotoran tinja berwarna hitam atau hijau,
berbentuk keras, bulat (seperti kotoran kambing) atau cair disertai
bentuk seperti biji lombok, pernah ada riwayat berak darah. Gangguan
tidur malam : malam rewel, kolik, tiba-tiba mengigau atau menjerit,
tidur bolak balik dari ujung ke ujung lain tempat tidur. Lidah tampak
kotor, berwarna putih serta air liur bertambah banyak atau mulut berbau
Gangguan saluran cerna biasanya disertai kulit yang sensitif. Sering
timbul bintik-bintik kemerahan seperti digigit nyamuk atau serangga,
biang keringat, kulit berwarna putih (seperti panu) di wajah atau di
bagian badan lainnya. Saat bayi sering timbul gangguan kulit di pipi,
sekitar mulut, sekitar daerah popok dan sebagainya.
Tanda dan gejala tersebut di atas sering dianggap biasa karena sering
terjadi pada banyak anak. Padahal bila di amati secara cermat tanda dan
gejala tersebut merupakan manifestasi adanya gangguan pencernaan, yang
sangat mungkin berkaitan dengan kesulitan makan pada anak.
GANGGUAN PROSES MAKAN DI MULUT
Proses makan terjadi mulai dari memasukkan makan dimulut,
mengunyah dan menelan. Ketrampilan dan kemampuan koordinasi pergerakan
motorik kasar di sekitar mulut sangat berperanan dalam proses makan
tersebut. Pergerakan morik tersebut berupa koordinasi gerakan menggigit,
mengunyah dan menelan dilakukan oleh otot di rahang atas dan bawah,
bibir, lidah dan banyak otot lainnya di sekitar mulut. Gangguan proses
makan di mulut tersebut seringkali berupa gangguan mengunyah makanan.
Tampilan klinis gangguan mengunyah adalah keterlambatan makanan kasar
tidak bisa makan nasi tim saat usia 9 bulan, belum bisa makan nasi saat
usia 1 tahun, tidak bisa makan daging sapi (empal) atau sayur berserat
seperti kangkung. Bila anak sedang muntah dan akan terlihat tumpahannya
terdapat bentukan nasi yang masih utuh. Hal ini menunjukkan bahwa proses
mengunyah nasi tersebut tidak sempurna. Tetapi kemampuan untuk makan
bahan makanan yang keras seperti krupuk atau biskuit tidak terganggu,
karena hanya memerlukan beberapa kunyahan. Gangguan koordinasi motorik
mulut ini juga mengakibatkani kejadian tergigit sendiri bagian bibir
atau lidah secara tidak sengaja.
Kelainan lain yang berkaitan dengan koordinasi motorik mulut adalah
keterlambatan bicara dan gangguan bicara (cedal, gagap, bicara terlalu
cepat sehingga sulit dimengerti). Gangguan motorik proses makan ini
biasanya disertai oleh gangguan keseimbangan dan motorik kasar lainnya
seperti tidak mengalami proses perkembangan normal duduk, merangkak dan
berdiri. Sehingga terlambat bolak-balik (normal usia 4 bulan), terlambat
duduk merangkak (normal 6-8 bulan) atau tidak merangkak tetapi langsung
berjalan, keterlambatan kemampuan mengayuh sepeda (normal usia 2,5
tahun), jalan jinjit, duduk bersimpuh leter “W”. Bila berjalan selalu
cepat, terburu-buru seperti berlari, sering jatuh atau menabrak,
sehingga sering terlambat berjalan. Ciri lainnya biasanya disertai
gejala anak tidak bisa diam, mulai dari overaktif hingga hiperaktif.
Mudah marah serta sulit berkonsentrasi, gampang bosan dan selalu
terburu-buru.
Gangguan saluran pencernaan tampaknya merupakan faktor penyebab
terpenting dalam gangguan proses makan di mulut. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa dengan teori ”Gut Brain Axis”. Teori ini menunjukkan
bahwa bila terdapat gangguan saluran cerna maka mempengaruhi fungsi
susunan saraf pusat atau otak. Gangguan fungsi susunan saraf pusat
tersebut berupa gangguan neuroanatomis dan neurofungsional. Salah satu
manifestasi klinis yang terjadi adalah gangguan koordinasi motorik kasar
mulut.
Kelainan bawaan adalah gangguan fungsi organ tubuh atau kelainan
anatomis organ tubuh yang terjadi sejak pembentukan organ dalam
kehamilan.Diantaranya adalah kelainan mulut, tenggorok, dan esofagus:
sumbing, lidah besar, tenggorok terbelah, fistula trakeoesofagus,
atresia esofagus, Laringomalasia, trakeomalasia, kista laring, tumor,
tidak ada lubang hidung, serebral palsi, kelainan paru, jantung, ginjal
dan organ lainnya sejak lahir atau sejak dalam kandungan.
Bila fungsi otak tersebut terganggu maka kemampuan motorik untuk
makan akan terpengaruh. Gangguan fungsi otak tersebut dapat berupa
infeksi, kelainan bawaan atau gangguan lainnya seperti serebral palsi,
miastenia gravis, poliomielitis.. Bila kelainan susunan saraf pusat ini
terjadi karena kelainan bawaan sejak lahir biasanya disertai dengan
gangguan motorik atau gangguan perilaku dan perkembangan lainnya.
GANGGUAN PSIKOLOGIS
Gangguan psikologis dahulu dianggap sebagai penyebab utama
kesulitan makan pada anak. Tampaknya hal ini terjadi karena dahulu kalau
kita kesulitan dalam menemukan penyebab kesulitan makan pada anak maka
gangguan psikologis dianggap sebagai diagnosis keranjang sampah untuk
mencari penyebab kesulitan makan pada anak. Untuk memastikan gangguan
psikologis sebagai penyebab utama kesulitan makan pada anak harus
dipastikan tidak adanya kelainan organik pada anak. Kemungkinan lain
yang sering terjadi, gangguan psikologis memperberat masalah kesulitan
makan yang memang sudah terjadi sebelumnya.
Gangguan pskologis bisa dianggap sebagai penyebab bila kesulitan
makan itu waktunya bersamaan dengan masalah psikologis yang dihadapi.
Bila faktor psikologis tersebut membaik maka gangguan kesulitan makanpun
akan membaik. Untuk memastikannya kadang sulit, karena dibutuhkan
pengamatan yang cermat dari dekat dan dalam jangka waktu yang cukup
lama. Karenanya hal tersebut hanya mungkin dilakukan oleh orang tua
bekerjasama dengan psikater atau psikolog.
Pakar psikologis menyebutkan sebab meliputi gangguan sikap
negatifisme, menarik perhatian, ketidak bahagian atau perasaan lain pada
anak, kebiasaan rewel pada anak digunakan sebagai upaya untuk
mendapatkan yang sangat diinginkannya, sedang tertarik permainan atau
benda lainya, meniru pola makan orang tua atau saudaranya reaksi anak
yang manja.
Beberapa aspek psikologis dalam hubungan keluarga, baik antara anak
dengan orang tua, antara ayah dan ibu atau hubungan antara anggota
keluarga lainnya dapat mempengaruhi kondisi psikologis anak. Misalnya
bila hubungan antara orang tua yang tidak harmonis, hubungan antara
anggota keluarga lainnya tidak baik atau suasana keluarga yang penuh
pertentangan, permusuhan atau emosi yang tinggi akan mengakibatkan anak
mengalami ketakutan, kecemasan, tidak bahagia, sedih atau depresi. Hal
itu mengakibatkan anak tidak aman dan nyaman sehingga bisa membuat anak
menarik diri dari kegiatan atau lingkungan keluarga termasuk aktifitas
makannya
Sikap orang tua dalam hubungannya dengan anak sangat menentukan untuk
terjadinya gangguan psikologis yang dapat mengakibatkan gangguan makan.
Beberapa hal tersebut diantaranya adalah : perlindungan dan perhatian
berlebihan pada anak, orang tua yang pemarah, stress dan tegang terus
menerus, kurangnya kasih sayang baik secara kualitas dan kuantitas,
urangnya pengertian dan pemahaman orang tua terhadap kondisi psikologis
anak, hubungan antara orang tua yang tidak harmonis, sering ada
pertengkaran dan permusuhan.
KOMPLIKASI KESULITAN MAKAN
Peristiwa kesulitan makan yang terjadi pada penderita Autis
biasanya berlangsung lama. Komplikasi yang bisa ditimbulkan adalah
gangguan asupan gizi seperti kekurangan kalori, protein, vitamin,
mineral dan anemia (kurang darah). Defisiensi zat gizi ini ternyata juga
akan memperberat masalah gangguan metabolisme dan gangguan fungsi tubuh
lainnya yang terjadi pada penderita Autis. Keadaan ini tentunya akan
menghambat beberapa upaya penanganan dan terapi yang sudah dilakukan
selama ini.
Kekurangan kalori dan protein yang terjadi tentunya akan
mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada penderita Autis. Tampilan klinis
yang dapat dilihat adalah kegagalan dalam peningkatan berat badan atau
tinggi badan. Dalam keadaan normal anak usia di atas 2 tahun seharusnya
terjadi peningkatan berat badan 2 kilogram dalam setahun. Pada penderita
kesulitan makan sering terjadi kenaikkan berat badan terjadi agak susah
bahkan terjadi kecenderunagn tetap dalam keadaan yang cukup lama.
PENANGANAN KESULITAN MAKAN PADA ANAK
Beberapa langkah yang dilakukan pada penatalaksanaan kesulitan
makan pada anak yang harus dilakukan adalah : (1). Pastikan apakah betul
anak mengalami kesulitan makan Cari penyebab kesulitan makanan pada
anak, (2). Identifikasi adakah komplikasi yang terjadi, (3) Pemberian
pengobatan terhadap penyebab, (4). Bila penyebabnya gangguan saluran
cerna (seperti alergi, intoleransi atau coeliac), hindari makanan
tertentu yang menjadi penyebab gangguan.
Gangguan fungsi pencernaan kronis pada anak tampaknya sebagai
penyebab paling penting dalam kesulitan makan. Gangguan fungsi saluran
cerna kronis yang terjadi seperti alergi makanan, intoleransi makanan,
penyakit coeliac dan sebagainya. Reaksi simpang makanan tersebut
tampaknya sebagai penyebab utama gangguan-gangguan tersebut. Hal ini
bisa dilihat dengan timbulnya permasalahan kesulitan makan ini terbanyak
saat usia di atas 6 bulan ketika mulai diperkenalkannya variasi makanan
tambahan baru. Penelitian yang dilakukan di Picky Eater Clinic Jakarta
menunjukkan, setelah dilakukan penghindaran makanan tertentu pada 218
anak dengan kesulitan makan dengan gangguan intoleransi makanan, alergi
makanan, penyakit coeliac, Setelah dilakukan penghindaran makanan selama
3 minggu, tampak perbaikan kesulitan makan sejumlah 78% pada minggu
pertama, 92% pada minggu ke dua dan 96% pada minggu ketiga. Gangguan
saluran cerna juga tampak membaik sekitar 84% dan 94% penderita antara
minggu pertama dan ketiga. Tetapi perbaikan gangguan mengunyah dan
menelan hanya bisa diperbaiki sekitar 30%. Mungkin gangguan ini akan
membaik maksimal seiring dengan pertambahan usia.
Penanganan dalam segi neuromotorik dapat melalui pencapaian tingkat
kesadaran yang optimal dengan stimulasi sistem multisensoris, stimulasi
kontrol gerak oral dan refleks menelan, teknik khusus untuk posisi yang
baik. Penggunaan sikat gigi listrik dan minum dengan sedotan kadang
membantu memperbaiki masalah ini. Aktifitas meniup balon atau harmonika
dan senam mulut dengan gerakan tertentu juga sering dianjurkan untuk
gangguan ini.
Pemberian suplemen vitamin atau obat tertentu sering diberikan pada
kasus kesulitan makan pada anak. Tindakan ini bukanlah cara terbaik
untuk menyelesaikan masalah, bila tidak disertai dengan mencari
penyebabnya. Kadangkala pemberian vitamin atau obat-obatan justru
menutupi penyebab gangguan tersebut, kalau penyebabnya tidak tertangani
tuntas maka keluhan tersebut terus berulang. Bila penyebabnya tidak
segera terdeteksi maka anak akan tergantung dengan pemberian vitamin
tersebut Bila kita tidak waspada terdapat beberapa akibat dari pemberian
obat-obatan dan vitamin dalam jangka waktu yang lama.
Selain mengatasi penyebab kesulitan makan sesuai dengan penyebab,
harus ditunjang dengan cara pemberian makan yang sesuai untuk anak
dengan kesulitan makan pada anak. Karena anak dengan gangguan makan
kebiasaan dan perilaku makannya berbeda dengan anak yang sehat lainnya.
Kesulitan makan disertai gangguan fungsi saluran cerna biasanya terjadi
jangka panjang, dan sebagian akan berkurang pada usia tertentu. Gangguan
alergi makanan akan membaik setelah usia setelah usia 5-7 tahun. Tetapi
pada kasus penyakit coeliac atau intoleransi makanan terjadi dalam
waktu yang lebih lama bahkan tidak sedikit yang terjadi hingga dewasa.
6.Depresi pada anak
Bukanlah hal aneh jika orang dewasa mengalami depresi. Seiring dengan
meningkatnya beban hidup di masa sekarang ini, meningkat pula
kecenderungan orang untuk menjadi depresi. Tapi, bagaimana jika ini
terjadi pada anak kecil yang dianggap belum mempunyai beban hidup?
Apakah ada kemungkinan mereka mengalami depresi? Jawabnya ternyata ADA!
Bagaimana cara mengetahui anak kita mengalami depresi? Apakah
kesedihan pada anak-anak dianggap tidak wajar? Bagaimana cara membedakan
kesedihan dengan depresi pada anak-anak? Semuanya akan dibahas di bawah
ini.
Gangguan depresi pada anak sebelumnya tidak terlalu dikenali dan
biasanya dianggap sebagai gangguan mood yang normal pada fase
perkembangan. Keraguan ini disebabkan karena anak dan remaja dianggap
belum matang secara psikologis dan kognitif. Berdasarkan penelitian,
anak perempuan memiliki kecenderungan untuk menderita depresi lebih
tinggi daripada anak laki-laki.
Depresi merupakan sekelompok penyakit gangguan alam perasaan dengan
dasar penyebab yang sama. Beberapa faktor yang diduga berpengaruh
terhadap etiologi depresi, khususnya pada anak dan remaja adalah:
1. Faktor genetik
Meskipun penyebab depresi secara pasti tidak dapat ditentukan, faktor
genetik mempunyai peran terbesar. Gangguan alam perasaan cenderung
terdapat dalam suatu keluarga tertentu. Bila pada suatu keluarga, salah
satu orangtua menderita depresi, maka anaknya berisiko dua kali lipat
untuk menderita depresi dan apabila kedua orangtuanya menderita depresi
maka risiko untuk mendapat gangguan alam perasaan sebelum usia 18 tahun
menjadi empat kali lipat.
Pada kembar monozigot, 76% akan mengalami gangguan afektif sedangkan
bila kembar dizigot hanya 19%. Pricer (1968) dan Bertelsen et al (1977)
melaporkan hasil yang hampir sama. Bagaimana proses gen diwariskan,
belum diketahui secara pasti. Bahwa kembar monozigot tidak 100%
menunjukkan gangguan afektif, kemungkinan ada faktor non-genetik yang
turut berperan.
2. Faktor Sosial
Dilaporkan bahwa orangtua dengan gangguan afektif cenderung akan selalu
menganiaya atau menelantarkan anaknya dan tidak mengetahui bahwa anaknya
menderita depresi sehingga tidak berusaha untuk mengobatinya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa status perkawinan orangtua, jumlah sanak
saudara, status sosial keluarga, perpisahan orangtua, perceraian, fungsi
perkawinan, atau struktur keluarga banyak berperan dalam terjadinya
gangguan depresi pada anak.
Ibu yang menderita depresi lebih besar pengaruhnya terhadap kemungkinan
gangguan psikopatologi pada anak dibandingkan jika depresi terjadi pada
ayah. Beberapa peneliti melaporkan adanya hubungan yang signifikan
antara riwayat penganiayaan fisik atau seksual dengan depresi, tetapi
mekanismenya belum diketahui secara pasti.
Diyakini bahwa faktor non-genetik seperti faktor fisik maupun lingkungan
merupakan pencetus kemungkinan terjadinya depresi pada anak dengan
riwayat genetik.
3. Faktor Biologis lainnya
Dua hipotesis yang menonjol mengenai mekanisme gangguan alam perasaan
terfokus pada terganggunya regulator sistem monoamin-neurotransmiter,
termasuk norepinefrin dan serotonin (5-hidroxytriptamine). Hipotesis
lain menyatakan bahwa depresi yang terjadi erat hubungannya dengan
perubahan keseimbangan adrenergik-asetilkolin yang ditandai dengan
meningkatnya kolinergik, sementara dopamin secara fungsional menurun.
Diduga ada kaitan antara depresi dengan adanya gangguan kesehatan lain,
seperti: infeksi virus, anemia, hipotiroid atau hipertiroid, dan
epilepsi. Namun penyebab yang pasti dari depresi ini masih belum dapat
dipastikan. Diduga kombinasi dari kerentanan genetik (biologi),
pengalaman perkembangan yang kurang optimal secara psikologi dan
terpapar pada stresor sosial dapat menyebabkan gangguan ini. 90% gejala
depresi pada anak dan remaja didahului oleh adanya pemicu.
Faktior risiko yang dapat memicu munculnya depresi:
- adanya riwayat depresi pada keluarga
- episode depresi sebelumnya
- konflik keluarga
- kelemahan dalam bidang akademik
- gangguan cemas atau penyalahgunaan zat
Tidak seperti bintik-bintik merah pada penyakit campak, atau hidung
yang memerah pada penyakit flu, gejala depresi tidaklah terlalu konkret,
dan sebagai konsekuensinya, seringkali hal ini tidak terdeteksi oleh
orangtua. Berikut ini adalah tanda-tanda depresi:
- Keluhan fisik seperti sakit kepala, sakit sendi dan otot, sakit perut,
dan rasa lelah
- Sering bolos sekolah atau sikapnya di sekolah tidak baik
- Adanya maksud dan usaha untuk lari dari rumah
- Berteriak tanpa kejelasan, sering menangis atau mengeluh terhadap
segala sesuatu
- Merasa cepat bosan
- Tidak ada minat untuk bermain dengan teman-temannya
- Penggunaan zat atau alkohol
- Tidak mau berkomunikasi dan berteman lagi
- Takut akan kematian
- Sangat sensitif terhadap penolakan dan kegagalan
- Sering menunjukkan rasa marah, bermusuhan, dan sikap yang mudah
tersinggung
- Perilaku yang membahayakan dan ceroboh
- Kesulitan dalam menjalin hubungan dengan teman atau orang lain
- Konsentrasi yang buruk yang dapat berhubungan dengan nilai sekolahnya
- Tangis terus menerus dan kesedihan persisten
- Kurangnya antusiasme atau motivasi
- Kelelahan kronis atau kekurangan energi
- Menarik diri dari keluarga, teman dan aktivitas yang tadinya disukai
- Perubahan kebiasaan makan dan tidur (adanya kenaikan atau penurunan
berat badan yang terlihat jelas, suka sekali tidur atau sulit tidur)
- Suka lupa
- Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan
- Perkembangan mayor yang tertunda (pada balita – tidak berjalan,
berbicara atau mengekspresikan diri)
- Bermain yang melibatkan kekerasan, baik terhadap diri sendiri maupun
orang lain, atau dengan tema yang sedih
- Seringnya muncul pembicaraan mengenai kematian atau bunuh diri.
Depresi harus dibedakan dengan kesedihan yang normal dan gangguan
psikiatris lainnya. Sebelum diagnosis psikiatris ditegakkan, kondisi
organik yang mirip ataupun yang menimbulkan gejala-gejala psikiatris
harus disingkirkan terlebih dahulu seperti gangguan organik, intoksikasi
zat, ketergantungan dan abstinensi, distimia, siklotimia, gangguan
kepribadian, berkabung, serta gangguan penyesuaian.
Keadaan seperti ini sangat bervariasi, sehingga pengetahuan tentang
perkembangan anak normal dan penyakit fisik dengan manifestasi
psikiatris sangat diperlukan untuk dapat menegakkan diagnosis yang
akurat.
Bagaimana mengobati depresi anak?
Perawatan di rumah sakit perlu dipertimbangkan sesuai dengan indikasi,
misalnya penderita cenderung mau bunuh diri, atau adanya penyalahgunaan
atau ketergantungan obat. Pada umumnya, penderita berhasil ditangani
dengan rawat jalan. Sekali diagnosis depresi berat ditegakkan pada anak,
psikoterapi dan medikasi merupakan terapi yang harus diberikan. Namun,
pengobatan selalu bersifat individual, tergantung pada hasil
pertimbangan evaluasi anak dan keluarganya, termasuk kombinasi terapi
individu, terapi keluarga, serta konsultasi dengan pihak sekolah.
Pengobatan populasi depresi pada umumnya bersifat multi modal,
meliputi anak, orangtua, dan sekolah untuk memperpendek episode depresi.
Pada anak yang mengalami depresi, pengembangan kognitif dan emosi
merupakan intervensi psikoterapetik yang harus dibangun. Beberapa
pendekatan psikoterapi berbeda yang digunakan telah menunjukkan hasil,
seperti:
• Psikoterapi perorangan (individual psychotherapy)
• Terapi bermain (play therapy)
• Terapi berorientasi kesadaran (insight-oriented therapy)
• Terapi tingkah laku (behavioral therapy)
• Model stres hidup (life stress model)
• Psikoterapi kognitif (cognitive psychotherapy)
• Lain-lain, seperti terapi kelompok (group therapy), latihan orangtua
(parent training), terapi keluarga (family training), pendidikan
remedial (remedial education), dan penempatan di luar rumah (out of
homeplacement).
Sedangkan, farmakoterapi yang sering digunakan:
1. Golongan antidepresi trisiklik: Amitriptilin, Imipramin, dan
Desipramin.
Berbeda dengan orang dewasa, pada anak tidak menunjukkan perbedaan yang
berarti antara antidepresi golongan trisiklik dengan plasebo. Obat ini
bersifat kardiotoksik dan cenderung berakibat fatal bila melampaui
dosis.
2. Golongan obat yang bekerja spesifik menghambat ambilan serotinin:
fluoksetin dan sertralin.
Obat ini memberikan harapan yang cerah dalam pengobatan depresi pada
anak dan remaja. Merupakan obat pilihan pertama pada anak dan remaja
karena dapat ditoleransi dengan baik dan efek yang merugikan lebih
sedikit dibandingkan dengan antidepresi golongan trisiklik. Sayangnya,
sedikit sekali penelitian tentang pengobatan rumatan (maintenance) pada
anak dan remaja. Dibandingkan dengan usia dewasa, pada masa remaja
cenderung berkembang untuk agitasi atau menjadi mania bila mereka
mendapat SSRIs (Selective Serotinine Reuptake Inhibitors). Obat ini juga
dapat menurunkan libido.
3. Litium karbonat
Obat ini telah digunakan untuk pengobatan anak dan remaja yang mengalami
agresi, mania, depresi, dan masalah tingkah laku, tetapi lebih berguna
pada kasus yang berisiko menjadi bipolar.
Apabila depresi berat tidak diobati dan terus berlangsung dalam kurun
waktu 7-12 bulan, maka akan berlanjut menjadi episode depresi berulang
(recurrent) dengan gangguan sosial yang persisten antar dua episode.
Semakin muda usia mulainya depresi, semakin jelek prognosisnya, tetapi
erat hubungannya dengan faktor genetik. Anak yang mengalami depresi
berat cenderung untuk menderita depresi berat berulang dan gangguan
bipolar. Kebanyakan yang sembuh dalam beberapa bulan, kembali relaps 1-2
tahun kemudian.
Jadi, depresi dapat terjadi pada anak sebagaimana orang dewasa dan
insidennya cenderung meningkat sehingga perlu diagnosis dini untuk
memperoleh hasil terapi yang efektif. Psikoterapi yang sesuai dengan
perkembangan anak merupakan pilihan awal sebelum farmakoterapi.
7.Gangguan Saraf Bisa Pengaruhi Proses Persepsi Anak
ADA kalanya gangguan saraf yang dialami anak bisa
mempengaruhi proses persepsi atau pemrosesan informasi anak tersebut,
sehingga ia tidak dapat merasakan adanya perhatian yang diarahkan
padanya. Contohnya, ada kasus seorang bayi yang rewel terus dan restless
karena dalam tubuhnya terdapat unsur cocaine atau zat addictive yang
sudah mempengaruhi pertumbuhan struktur saraf otak sejak masa konsepsi
(pembentukan jaringan).
Problem ini bisa disebabkan masalah alkoholisme atau obat-obatan yang
biasa dikonsumsi orangtua sebelum dan selama masa kehamilan; atau
karena efek samping obat-obatan yang harus diminum anak akibat penyakit
yang sedang dideritanya.
Dampak problem kelekatan
anak dengan orangtua. Anak-anak yang kebutuhan emosionalnya tidak
terpenuhi akibat problem kelekatan yang dialami, berpotensi mengalami
maralah intelektual, masalah emosional dan masalah moral dan sosial di
kemudian hari.
Masalah intelektual
mempengaruhi kemampuan pikir seperti halnya memahami proses
sebab-akibat.
Ketidakstabilan atau ketidakkonsistenan sikap orangtua, mempersulit
anak melihat hubungan sebab-akibat dari perilakunya dengan sikap
orangtua yang diterimanya. Dampaknya akan meluas pada kemampuannya dalam
memahami kejadian atau peristiwa-peristiwa lain yang dialami
sehari-hari. Akibatnya, anak jadi sulit belajar dari kesalahan yang
pernah dibuatnya.
Kesulitan belajar.
Kurangnya kelekatan dengan orangtua, membuat anak lamban dalam
memahami baik itu instruksi maupun pola-pola yang seharusnya bisa
dipelajari dari perlakuan orangtua terhadapnya atau kebiasaan yang
dilihat atau dirasakannya.
Sulit mengendalikan dorongan. Kebutuhan emosional yang tidak
perpenuhi, membuat anak sulit menemukan kepuasan atas situasi atau
perlakuan yang diterimanya, meski bersifat positif. Ia akan terdorong
untuk selalu mencari dan mendapatkan perhatian orang lain. Untuk itu, ia
berusaha sekuat tenaga, dengan caranya sendiri untuk mendapatkan
jaminan bahwa dirinya bisa mendapatkan apa yang diinginkan.
Menurut sebuah hasil penelitian, problem kelekatan yang dialami anak
sejak usia dini, dapat mempengaruhi kemampuan bicaranya. Dalam dunia
psikologi, hingga usia 2 tahun dikatakan sebagai masa oral, di mana
seorang anak mendapat kepuasan melalui mulut (menghisap-mengunyah
makanan dan minuman). Oleh sebab itulah proses menyusui menurut para
ahli merupakan proses yang amat penting untuk membangun rasa aman yang
didapat dari pelukan dan kehangatan tubuh sang ibu. Ada kemungkinan anak
yang mengalami hambatan pada masa ini akan mengalami kesulitan atau
keterlambatan bicara.
Memang, secara psikologis anak yang merasakan ketidaknyamanan akan
kurang percaya diri dalam mengungkapkan keinginannya. Atau, kurangnya
kelekatan tersebut membuat anak berpikir bahwa orangtua tidak mau
memperhatikannya sehingga ia lebih banyak menahan diri. Akibatnya, anak
jadi tidak terbiasa mengungkapkan diri, berbicara atau mengekspresikan
diri lewat kata-katanya.
Ada pula penelitian yang mengatakan, bahwa melalui komunikasi yang
hangat seorang ibu terhadap bayinya, lebih memacu perkembangan kemampuan
bicara anak karena si anak terpacu untuk merespons kata-kata ibunya.
Ada banyak orangtua yang kurang responsif/kurang tanggap terhadap
tangisan bayinya. Mereka takut jika terlalu menuruti tangisan bayinya,
kelak ia akan jadi anak manja dan menjajah orangtua.
Padahal, tangisan seorang bayi adalah suatu cara untuk
mengkomunikasikan adanya kebutuhan seperti halnya rasa lapar atau haus.
Ketidakkonsistenan orangtua dalam menanggapi kebutuhan fisiologis anak,
akan ikut mengacaukan proses metabolisme dan pola makan anak.
Ketiadaan perhatian orangtua, sering mendorong anak membangun image
bahwa dirinya mandiri dan mampu hidup tanpa bantuan siapa pun. Image itu
berusaha keras ditampilkan untuk menutupi kenyataan yang sebenarnya.
Padahal, dalam dirinya tersimpan ketakutan, rasa kecewa, marah, sakit
hati terhadap orangtua, sementara ia juga menyimpan persepsi yang buruk
terhadap diri sendiri. Ia merasa tidak diperhatikan, merasa
disingkirkan, merasa tidak berharga, sehingga orangtua tidak mau
mendekat padanya (dan, memang ia juga merasa tidak ingin didekati).
8.Masalah
Ngompol Pada Anak
Apa itu ngompol?
Ngompol atau sering juga disebut dengan nokturnal enuresis ialah
pengeluaran urine yang tidak disadari pada saat tidur. Terkadang
definisi ngompol juga digunakan untuk menyebut anak anak yang gagal
mengontrol pengeluaran urine saat mereka terjaga.
Apa saja jenis ngompol ?
Menurut terjadinya, ngompol dapat dibagi dua yaitu :
Enuresis/Ngompol Primer – ngompol yang terjadi sejak bayi dan
Enuresis/Ngompol Sekunder – ngompol yang kembali terjadi setelah sang
anak tidak pernah ngompol lagi minimal 6 bulan.
Apakah ngompol primer itu?
Ngompol primer terjadi diduga akibat dari keterlambatan proses
pematangan sistem saraf pada anak anak. Pada usia 5 tahun, kurang lebih
20% dari anak anak akan ngompol sekali dalam sebulan. Dari jumlah itu,
5% dari anak laki laki dan 1% dari anak perempuan akan ngompol pada
malam hari. Memasuki usia 6 tahun, prosentase anak yang ngompol akan
berkurang menjadi 10% dan sebagian besar adalah anak laki laki.
Prosentase anak yang ngompol setiap tahun akan terus berkurang menjadi
setengahnya setelah sang anak melewati usia 5 tahun. Ada pula ahli yang
menghubungkan riwayat keluarga dengan ngompol primer ini. Jika salah
satu dari orang tuanya mempunyai kebiasaan ngompol maka kemungkinan 45%
anaknya akan mempunyai kebiasaan yang sama.
Apa yang menjadi masalah utama dari ngompol primer?
Masalah utama yang dihadapi oleh anak anak pengompol primer adalah
ketidakmampuan otak untuk menangkap sinyal yang dikirimkan oleh kandung
kencing yang sudah penuh saat sang anak terlelap. Kenyataannya,
kapasitas kandung kencing pada anak pengompol lebih kecil daripada anak
anak yang normal.
Apakah ngompol primer ada hubungannya dengan masalah emosional?
Beberapa orang tua mempercayai bahwa kebiasaan ngompol primer yang
terjadi pada anak anak mereka disebabkan oleh karena faktor emosional.
Namun tidak ada penelitian di bidang kedokteran yang mampu membuktikan
pernyataan ini.
Bagaimana mengatasi ngompol primer?
Cara mengatasi ngompol primer sangat berhubungan dengan waktu.
Kesabaran dan peran serta orang tua sangat diharapkan. Namun tidak
sedikit dari mereka yang frustasi dengan lamanya sang anak mengalami
ngompol primer dan mencoba melakukan berbagai cara untuk mengatasinya
termasuk dengan memberikan penghargaan atau hadiah bila sang anak tidak
ngompol. Ternyata tindakan ini cukup berhasil dalam mengatasi ngompol
primer. Tujuh puluh lima persen dari anak pengompol primer mengalami
kemajuan yang berarti dengan cara ini. Orang tua yang selalu memotivasi
anaknya untuk mengontrol kebiasaan ngompol sangat berpengaruh terhadap
kemampuan sang anak dalam mengendalikan pengeluaran urine.
Seberapa sering kejadian ngompol sekunder?
Hanya sekitar 2%-3% dari anak pengompol yang kebiasaan ngompolnya
disebabkan oleh karena faktor penyakit. Faktor inilah yang menjadi
penyebab utama terjadinya ngompol sekunder.
Penyakit apa saja yang menyebabkan ngompol sekunder?
Infeksi saluran kemih, gangguan metabolisme (kencing manis usia
dini), tekanan berlebihan pada kandung kencing, dan gangguan saraf
tulang belakang. Tekanan yang berlebihan pada kandung kencing terutama
disebabkan oleh karena gangguan pengeluaran kotoran sehingga akumulasi
kotoran pada usus besar akan menekan kandung kencing.
Bagaimana mendiagnosa penyebab ngompol?
Umumnya, wawancara lengkap tentang riwayat keluhan yang dialami
pasien dan pemeriksaan fisik sudah bisa memberikan gambaran tentang
penyebab terjadinya ngompol sekunder. Akan lebih lengkap lagi bila
ditambahkan dengan pemeriksaan urine dan biakan kuman urine. Pada
ngompol sekunder kadang diperlukan pemeriksaan radiologi dan
laboratorium yang lebih lengkap.
Bagaimana mengobati ngompol sekunder?
Pengobatan ngompol sekunder sangat tergantung dari penyebab yang
mendasarinya. Dengan diobatinya penyakit yang mendasari maka diharapkan
gangguan ngompol tidak akan terjadi lagi. Keberhasilan dari pengobatan
ini tergantung dari keberhasilan dalam menemukan dan mengobati penyakit
yang mendasari tersebut.
9. Anak yang Kesulitan Belajar
PENGERTIAN MASALAH
Karena masalah anak yang lamban belajar berbeda-beda, maka sulit
untuk menetapkan secara akurat masalah mereka yang sebenarnya, bahkan
juga belum ada data angka yang tepat dari hasil terapi bagi anak yang
lamban belajar. Sebenarnya, masalah ini sangat menarik perhatian para
ahli dari berbagai bidang, misalnya para pendidik, psikiater, ahli
saraf, dokter anak, dokter spesialis mata dan telinga, juga ahli bahasa.
Mereka setelah melihat masalah ini dari sudut pandang yang
berbeda-beda, akhirnya secara umum dapat disimpulkan ada dua faktor
penyebab anak mengalami kesulitan belajar, yaitu faktor penyakit dan
faktor perilaku.
Dari sudut pandang kedokteran, kelambanan anak dalam belajar dianggap
berhubungan erat dengan ketidaknormalan dalam otak. Oleh sebab itu,
mereka menjelaskan adanya luka pada otak, kurang darah, dan
ketidaknormalan dalam saraf sebagai unsur penyebab kelambanan belajar.
Dari sudut pandang ahli psikologi, mereka berusaha menyelidiki masalah
dari perilaku dan kejiwaan anak yang lamban. Mereka menjelaskan adanya
gangguan dalam masalah kognitif, yaitu membaca, menghitung, dan
berbahasa.
PERNYATAAN MASALAH
Departemen Pendidikan Amerika Serikat bagian anak cacat telah
menjelaskan standar penentuan bagi anak yang lamban belajar dalam hal
penyampaian secara lisan, pengertian secara lisan, penyampaian tertulis,
teknik membaca, pengertian membaca, penghitungan matematika, serta
kemampuan berpikir logis. Dengan angka IQ, dibedakanlah derajat
kelambanan belajar. Bila tidak mencapai nilai standar normal, seorang
anak akan dipandang mengalami kelambanan dalam belajar. Tes IQ sendiri
telah digunakan secara luas sejak dulu. Meski akhir-akhir ini para ahli
mulai meragukan apakah cara penilaian ini dapat dipercaya, namun pada
umumnya tingkat kelambanan dalam belajar seorang anak sesuai dengan
hasil tes IQ.
Dari sisi pelajaran dan pertumbuhan jasmani hambatan belajar dapat
diselidiki.
- Segi pelajaran
Dalam segi pelajaran, hambatan bagi anak dapat dilihat dari kemampuan
membaca, menulis, dan berhitung. Pada umumnya bila terdapat perbedaan
yang signifikan antara kemampuan belajar dengan hasil pelajaran, dapat
disimpulkan anak tersebut mengalami kelambanan belajar.
- Segi pertumbuhan fisik
Hal ini meliputi beberapa hal: berbicara, berpikir, mengingat, dan
hambatan fungsi indra. Hambatan berbicara merupakan hambatan belajar
yang sering terdapat pada tingkat anak prasekolah, dan umumnya
mengakibatkan anak terlambat bicara. Sedangkan masalah hambatan dalam
berpikir terlihat dari anak yang mengalami kesulitan dalam membentuk
konsep, mengaitkan apa yang dipikirkan, dan memecahkan masalahnya.
Seorang anak yang memiliki hambatan dalam mengingat akan kesulitan
mengingat apa yang telah ia lihat dan ia dengar, padahal daya ingat
merupakan syarat utama untuk belajar. Anak juga tidak mampu memusatkan
pikiran pada sesuatu yang harus dipilihnya, ia hanya berlari terus ke
sana ke mari, dan tidak memiliki konsentrasi belajar dalam jangka waktu
yang lama. Sedangkan hambatan fungsi indra termasuk hambatan dalam
penglihatan dan pendengaran.
PENYEBAB MASALAH
- Faktor keturunan
Di Swedia, Hallgren (1950) melakukan penelitian dengan objek keluarga
dan menemukan rata-rata anggota keluarga tersebut mengalami kesulitan
dalam membaca, menulis, dan mengeja. Kesimpulannya, hal tersebut
dipengaruhi oleh faktor keturunan. Ahli lainnya, Hermann (1959),
mempelajari dan membandingkan anak-anak kembar yang berasal dari satu
sel telur. Ia memperoleh kesimpulan bahwa anak kembar dari satu sel itu
lebih mempunyai kesamaan dalam hal kesulitan membaca daripada anak
kembar dari dua sel telur.
- Fungsi otak kurang normal
Ada pendapat yang menyatakan bahwa anak yang lamban belajar mengalami
masalah pada saraf otaknya. Pendapat ini telah menjadi perdebatan yang
cukup sengit. Beberapa peneliti menganggap bahwa terdapat kesamaan ciri
pada perilaku anak yang lamban belajar dengan anak yang abnormal. Hanya
saja, anak yang lamban belajar memiliki adanya sedikit tanda cedera pada
otak. Oleh sebab itu, para ahli tidak terlalu menganggap cedera otak
sebagai penyebabnya, kecuali ahli saraf membuktikan masalah ini. Mereka
menyebutnya sebagai “disfungsi otak” ketimbang “cedera otak”.
Sebenarnya, sangatlah sulit untuk memastikan bahwa keadaan itu
disebabkan oleh cedera otak.
- Masalah organisasi berpikir
Anak yang lamban belajar akan mengalami kesulitan dalam menerima
penjelasan tentang dunia luas. Mereka tidak mampu berpikir secara
normal. Misalnya, anak yang sulit membaca akan sulit pula merasakan atau
menyimpulkan apa yang dilihatnya. Para ahli berpendapat bahwa mereka
perlu dilatih berulang-ulang, dengan tujuan meningkatkan daya
belajarnya.
- Kekurangan gizi
Berdasarkan penelitian terhadap anak dan binatang, ditarik suatu
kesimpulan bahwa ada kaitan yang erat antara kelambanan belajar dengan
kekurangan gizi. Walau pendapat tersebut tidak seluruhnya benar, tetapi
banyak bukti menyatakan bila pada awal pertumbuhan seorang anak sangat
kekurangan gizi, keadaan itu akan memengaruhi perkembangan saraf
utamanya, dan tentunya membawa dampak yang kurang baik dalam proses
belajar.
- Faktor lingkungan
Pengaruh lingkungan, gangguan nalar, dan emosi, ketiganya mempunyai ciri
khas yang sama, yaitu dapat mengakibatkan kesulitan belajar. Yang
dimaksud dengan faktor lingkungan ialah hal-hal yang tidak menguntungkan
yang dapat mengganggu perkembangan mental anak, misalnya keluarga,
sekolah, masyarakat, dan lain-lain. Gangguan tersebut mungkin berupa
kepedihan hati, tekanan keluarga, dan kesalahan dalam menangani anak.
Meskipun faktor ini dapat memengaruhi, tetapi bukan merupakan
satu-satunya faktor penyebab terjadinya hambatan. Yang pasti, faktor
tersebut bisa mengganggu ingatan dan daya konsentrasinya. Dan dari
pengalaman dapat dipetik pelajaran bahwa lingkungan yang tidak
menguntungkan sedikit banyak bisa memengaruhi kecepatan belajar.
PENYELESAIAN MASALAH
- Pemeliharaan sejak dini
Bila faktor lingkungan merupakan penyebab utama mundurnya daya ingat
dalam berpikir, pencegahan awalnya mungkin dengan mengubah lingkungan
masyarakat dan lingkungan belajarnya. Perawatan sejak dini juga akan
bermanfaat untuk pencegahan. Dalam suatu penelitian, setiap anak tinggal
di dalam kamar yang berbeda dan hidup bersama dengan orang dewasa.
Mereka mendapat perawatan yang khusus serta cermat dari para perawat
wanita yang berpendidikan rendah. Dari hasil tes IQ terlihat adanya
kemajuan. Dari sini dapat disimpulkan perawatan dini dan pemeliharaan
secara khusus dapat menolong mengurangi tingkat kelambanan belajar.
- Pengembangan secara keseluruhan
Usahakan agar anak mau mengembangkan bakatnya sebagai upaya mengalihkan
perhatiannya dari kelemahan pribadi yang telah membuat mereka kecewa dan
apatis. Pengalaman dalam pelbagai hal akan membuat anak mengembangkan
kemampuannya, dan pengalaman yang sukses akan membangun konsep harga
diri yang sehat.
- Lembaga pendidikan khusus atau umum
Suatu penelitian dilakukan untuk membuktikan apakah dalam upaya untuk
menolong, anak yang lamban belajar sebaiknya bergabung dalam lembaga
pendidikan khusus atau lembaga pendidikan umum. Hasilnya, tidak
diperoleh suatu kepastian karena adanya perbedaan pendapat.
Kesimpulannya, dari segi nalar tidak ditemukan adanya peningkatan ketika
anak berada di lembaga pendidikan khusus. Hasil belajarnya pun tidak
lebih baik dibandingkan dengan mereka yang bergabung di lembaga
pendidikan umum. Dalam hal pergaulan, mereka yang ada di lembaga
pendidikan umum mungkin mengalami perasaan seperti diasingkan oleh
teman-temannya, tetapi di sana mereka dapat memiliki harga diri yang
lebih tinggi daripada yang mengikuti pendidikan di lembaga khusus. Bagi
anak yang lamban belajar, yang terpenting bukanlah di mana mereka
disekolahkan, tetapi bagaimana mereka mendapatkan pengaturan lingkungan
belajar yang ideal.
- Memberikan pelajaran tambahan
Sekolah dapat mengatur atau menambah guru khusus untuk menolong
kebutuhan belajar anak. Dapat juga dengan menyediakan program belajar
melalui komputer. Dengan demikian, mereka dapat belajar tanpa tekanan
dan memperoleh kemajuan yang sesuai dengan kemampuan diri sendiri. B.F.
Skinner mengatakan bahwa penggunaan mesin mengajar akan sangat
bermanfaat bagi mereka. Dewasa ini komputer telah menjadi alat
pendidikan yang populer. Gereja atau sekolah dapat menggunakannya untuk
mendidik anak yang lamban belajar.
- Latihan indra
Kesulitan belajar bagi anak yang lamban berhubungan erat dengan
intelektualitasnya. Jadi, penting juga untuk memberikan beberapa teknik
latihan indra kepada mereka.
- Prinsip belajar
Semua usaha yang melatih anak untuk meningkatkan daya belajarnya,
sebaiknya memerhatikan prinsip dan keterampilan belajar.
- Dukungan orang tua
Dorongan dan bantuan orang tua erat hubungannya dengan hasil belajar
anak yang lamban. Bila dalam mengulangi apa yang dipelajari di sekolah,
orang tua bekerja sama dengan guru dalam memberikan metode dan
pengarahan yang sama, tentu akan diperoleh hasil yang lebih baik. Bila
memungkinkan, ibu boleh meminta izin untuk mengamati proses belajar
mengajar di sekolah. Ikutilah seminar-seminar mengenai anak yang lamban
belajar untuk menambah wawasan Anda.
-
- Latihan indra
Dengan latihan ini anak dilatih untuk mengenal lingkungan melalui
penglihatan, pendengaran, atau perabaan. Misalnya, mengenal benda
melalui perbedaan bentuk atau suara. Dengan mata tertutup anak
diajak untuk mengenal bentuk, kasar, atau halus suatu benda. Semua
latihan tersebut dapat mempertajam indra anak.
- Latihan koordinasi
Hal-hal yang termasuk dalam latihan koordinasi ialah menggunting,
mewarnai, meronce, mengikat, melakukan estafet, atau gerakan lainnya.
Latihan tersebut kemudian disatukan dengan gerakan dalam kehidupan
sehari-hari seperti: memakai atau menanggalkan sepatu, menyikat
gigi, menyisir rambut, menuang air, dan sebagainya.
- Latihan konsentrasi
Melalui latihan ini anak dilatih untuk memerhatikan
rangsangan-rangsangan yang ada di luar, melalui permainan,
nyanyian, meniru gerakan guru, bermain kartu, atau
berkejar-kejaran untuk melatih konsentrasinya.
- Latihan keseimbangan
Rasa keseimbangan akan menenteramkan emosi anak dan menolong melatih
gerak-gerik tubuh mereka. Misalnya, belajar berbaris, menari, menaiki
papan titian, senam irama, dan sebagainya.
-
- Usahakan agar anak lebih banyak mengalami sukacita karena
keberhasilannya. Hindarkan kegagalan yang berulang-ulang.
- Dorong anak untuk mencari tahu jawaban yang benar atau salah
dengan usahanya sendiri. Dengan demikian, anak dapat dipacu
semangatnya untuk belajar.
- Beri dukungan moril atas setiap perubahan sikap anak agar
mereka puas. Kadang-kadang berilah hadiah kepada anak.
- d. Perhatikan taraf kemajuan belajar anak, jangan sampai
kurang tantangan dan terlalu banyak mengalami kegagalan.
- Lakukan latihan secara sistematis dan bertahap sehingga
mencapai kemajuan belajar.
- Boleh memberikan pengalaman berulang yang cukup, tetapi jangan
diberikan dalam jangka pendek.
- Jangan merencanakan pelajaran yang terlampau banyak bagi
murid.
- h. Gunakan teknik bahasa yang melibatkan lebih banyak
penggunaan indra.
- Lingkungan belajar yang sederhana akan mengurangi rangsangan
yang tidak diinginkan. Aturlah tempat duduk sedemikian rupa agar
mereka tidak merasa terganggu.
10.Gagap Pada Anak, Tips Untuk Orang Tua
Apakah gagap itu? Gagap adalah suatu gangguan kelancaran berbicara.
Anak usia 2 sampai 5 tahun sering mengulang-ulang kata-kata atau bahkan
seluruh kalimat yang diucapkan kepadanya. Ia kadang-kadang juga
mengucapkan ungkapan-ungkapan seperti “ee” atau “mm” saat ia berbicara.
Hal ini dianggap normal bila terjadi pada anak yang masih belajar
berbicara.
Anak pada golongan usia tersebut masih mempelajari cara berbicara,
mengembangkan kendali terhadap otot-otot berbicaranya, mempelajari
kata-kata baru, menyusun kata-kata dalam suatu kalimat, dan mempelajari
bagaimana cara bertanya serta mempelajari “akibat” dari kata-kata yang
mereka ucapkan. Oleh karena itu, anak pada golongan usia tersebut
umumnya masih mengalami gangguan kelancaran berbicara.
Apakah Penyebab Gagap?
Banyak orang tua yang merasa bahwa gagap disebabkan oleh cara
mendidik anak atau pola pengasuhan orang tua yang salah. Tetapi menurut
para ahli, gagap tidak disebabkan oleh perilaku orang tua. Kenyataannya,
penyebab gagap sampai saat ini belum dapat dijelaskan secara pasti.
Gagap merupakan suatu keadaan yang sangat rumit dan banyak berkaitan
dengan hal-hal lain.
Anak laki-laki lebih banyak mengalami gagap dari pada anak perempuan
dengan perbandingan tiga banding satu. Hal ini berkaitan dengan
faktor-faktor lingkungan, seperti stres.
Tanda-Tanda Awal
Umumnya tanda-tanda awal kegagapan terlihat pada usia dua tahun atau
pada saat anak mulai belajar merangkai kata-kata menjadi suatu kalimat.
Sering kali orang tua merasa jengkel dengan kegagapan anak, tetapi hal
ini merupakan hal yang umum ditemui saat anak masih dalam tahap
perkembangan berbicara. Kesabaran merupakan sikap terpenting yang harus
dimiliki oleh orang tua selama anak berada dalam tahap ini. Seorang anak
mungkin mengalami gangguan kelancaran berbicara selama beberapa minggu
atau bulan dengan gejala yang hilang timbul. Sebagian besar anak akan
lancar berbicara dan tidak akan gagap lagi bila kegagapannya itu dimulai
pada usia kurang dari 5 tahun.
Anak Usia Sekolah
Saat anak mulai memasuki usia sekolah, kemampuan dan keterampilan
berbicaranya akan semakin terasah. Umumnya anak akan semakin lanca
berbicara dan ia sudah tidak gagap lagi. Jika ia masih gagap, umumnya
pada usia tersebut ia sudah mulai merasa malu akan hal tersebut. Anak
seperti ini membutuhkan latihan khusus untuk membantunya dalam
berkomunikasi.
Bantuan Yang Diperlukan
Seorang anak sebaiknya mulai mendapat bantuan khusus bila:
- orang tua mulai merasa khawatir akan kelancaran berbicara
anaknya
- anak terlalu sering mengulang kata-kata atau bahkan
seluruh kalimat
- pengulangan suara-suara seperti “aa” semakin sering
diucapkannya
- anak tampak kesulitan saat akan berbicara
- lkelancaran berbicaranya semakin berat
- mimik muka anak tampak tegang saat berbicara
- suara anak terdengar tegang saat mengucapkan kata-kata
bernada tinggi
- anak sering menghindari keadaan dimana ia harus berbicara
Jika ada tanda-tanda diatas yang tampak saat anak berbicara maka
sebaiknya orang tua mulai menghubungi dokter atau ahli terapi bicara.
Semakin dini bantuan yang diberikan kepada seorang anak maka semakin
baik pula hasil yang akan diperoleh.
http://rohmatulummah19.blogspot.com/p/masalah-masalah-psikologi-pada-anakyang.html