OLEH : RAHMADANI SIMANJUNTAK (130709103)
1. Dampak Dari
Diferenisasi Ras di Afrika Selatan
·
Munculnya Politik Apartheid
Pada tahun 1910 Perang Boer kedua
berakhir dan Inggris berhasil mempersatukan wilah Afrika Selatan dalam satu Uni
Afrika Selatan menjadi republik denagn presidennya Hendrik Verwoed. Verwoed
yang berhasil membuat kebijakan untuk memisahkan mayoritas orang kulit putih
dan mayoritas kulit hitam justru malah menimbulkan diskriminasi antara
keduanya. Sebelum dilaksanakan Politik Apartheid sebenarnya telah lama
dilakukan hal-hal yang merupakan gejala Apartheid, antara lain :
a.
Native Land Act (Undang-undang Pertanahan Pribumi) tahun 1913 yang
melarang kulit hitam membeli tanah di luar daerah yang sudah disediakan bagi
mereka.
b.
Undang-undang Imoraitas tahun 1927 yang melarang terjadinya perkawinan
campuran antara kulit putih dengan kulit hitam atau kulit berwarna lainnya.
Timbulnya
gejala-gejala ras diskriminasi orang-orang Belanda dari kaum kristen Kalvanis
yang pertama datang ke Afrika Selatan telah memandang penduduk pribumi kulit
hitam dengan pandangan yang rendah. Penduduk pribumi dianggap sebagai bangsa
yang biadab, primitif dan dianggap sebagai keturunan putra-putra Ham (anak
kedua Nabi Nuh) yang dikutuk oleh Tuhan untuk jadi budak. Pandangan itu yang
menyebabkan terjadinya perbudakan atas bangsa kulit hitam oleh penduduk kulit
putih. Politik Apartheid dirancang oleh Hendrik Verwoed. Apartheid menurut
bahasa resmi Afrika Selatan adalah Aparte Ontwikkeling artinya perkembangan
yang terpisah.
Memperhatikan makna
dari arti Apartheid itu kedengarannya baik yaitu tiap golongan masyarakat, baik
golongan kulit putih maupun golongan kulit hitam harus sama-sama berkembang.
Tapi perkembangan itu didasarkan pada tingkatan sosial dalam masyarakat yang
pada prakteknya menjurus pada pemisahan warna kulit dan terjadinya penistaan
dari kaum penguasa kulit putih terhadap rakyat kulit hitam
2.
Dampak Diferenisasi Ras di Amerika
·
Peningkatan Angka Kejahatan Berbasis Rasial
Dari
jumlah kasus yang terkait dengan kejahatan yang berdasarkan rasial dengan
perincian; 19 persen akibat diskriminasi agama, 16 persen adalah diskriminasi
gender dan 12 persen lainnya terkait dengan diskriminasi etnis.
Bila menengok kondisi
etnis kulit hitam di Amerika, dapat dikatakan bahwa sikap rasial terhadap
mereka punya sejarah yang cukup panjang.Pada tahun
lalu, kinerja petugas kepolisian dan hakim pengadilan daerah dalam kasus
sekolah SMU Jana menjadi contoh parahnya kasus rasial masyarakat Amerika.
Kasus Sekolah SMU Jana berawal dari
percekcokan yang terjadi antara seorang pelajar kulit putih dan kulit hitam.
Pelajar kulit putih itu mengancam lawannya dengan menggantung sebuah tali di
pohon yang disimpul bak tali yang dpersiapkan buat pesakitan hukuman mati.
Masyarakat kulit hitam tidak dapat menerima penghinaan itu. Ironisnya, petugas
polisi dan hakim pengadilan setempat bukannya menyikapi aksi rasial pelajar
kulit putih, mereka malah memenjarakan pelajar kulit hitam. Tindakan petugas
polisi dan hakim pengadilan tidak dapat diterima begitu saja.
Organisasi-organisasi pembela hak-hak sipil geram dan buntutnya adalah unjuk
rasa besar-besaran. Demonstrasi massa itu akhirnya menjadi isu nasional
Amerika.
3.
Dampak Differenisasi Ras di Jerman Pada Masa Hitler
·
Munculnya Paham Anti Semit
Nazisme muncul sebagai akibat dari Perang Dunia I. Pada 11 November 1918 secara mengejutkan bagi pasukan garis depan Jerman, perang tiba-tiba berakhir. Pasukan garis depan tidak merasa
dikalahkan dan mereka heran mengapa gencatan senjata terjadi begitu cepat
sehingga mereka harus segera meninggalkan posisinya padahal mereka masih berada
di wilayah musuh.[5] Mitos yang berkembang di antara para prajurit Jerman yang menyerah
ini adalah bahwa mereka telah "ditikam dari belakang." Bahwa pasukan
garis depan dan 2 juta rakyat Jerman tewas selama perang telah dikhianati oleh
kelompok Marxis dan Yahudi yang telah memunculkan perbedaan pendapat di negara mereka.
Di Jerman, politik terbagi menjadi 2
kutub, Konservatif dan Sosialis; masing-masing kelompok menjadi radikal pada masa krisis. Situasi semakin bertambah buruk dengan
munculnya gerakan Republik Soviet München, sebuah
upaya untuk menciptakan pemerintahan bergaya Soviet yang dikobarkan oleh
kelompok sayap kiri Raterepublik di Munich. Tentara pemerintah diturunkan untuk
menumpas pemberontakan tersebut dan pecahlah pertempuran terbuka di jalan-jalan
Munich. Lebih dari 500 orang terbunuh. Tentara didukung oleh Freikorps,
prajurit bayaran sayap kanan yang dibiayai oleh pemerintah.Freikorps
benar-benar menjalankan tugasnya, mereka membantai orang-orang yang mereka
anggap sebagai anggota Raterepublik dan berhasil menumpas pemberontakan itu.
Pransangka anti-Semit di kelompok kanan
semakin diperkuat oleh kenyataan bahwa pimpinan Raterepublik sebagian besar
adalah orang Yahudi, sehingga terkuaklah
fakta bahwa Bolshevisme (komunis) dan Yudaisme pada adalah dasarnya
sama. Maka sikap untuk anti Yahudi kemudian berkembang luas.
4.
Dampak Diferenisasi Ras di Indonesia Pada Masa Orde Lama dan Orde Baru terhadap
Etnis Cina
·
Orde Lama
Pada
jaman orde lama hubungan antara Indonesia dengan Cina sangat mesra,
sampai-sampai tercipta hubungan politik Poros Jakarta-Peking. Pada waktu itu
(PKI). Pada tahun 1946 Konsul Jendral Pem. Nasionalis Tiongkok, Chiang Chia
Tung (itu waktu belum ada RRT) dengan Bung Karno datang ke Malang dan
menyatakan Tiongkok sebagai salah satu 5 negara besar (one of the big five)
berdiri dibelakang Republik Indonesia. Orang Tionghoa mendapat sorakan khalayak
ramai sebagai kawan seperjuangan. Di stadion Solo olahragawan Tony Wen dengan
isterinya (bintang film Tionghoa) menyeruhkan untuk membentuk barisan berani mati
(cibaku-tai, kamikaze) melawan Belanda dan sesuai contoh batalyon Nisei
generasi ke II Jepang di USA yang ikut dalam perang dunia ke II, di Malang
ingin didirikan batalyon Tionghoa berdampingan dengan lain-lain kesatuan
bersenjata seperti Laskar Rakyat, Pesindo, Kris (gol. Menado), Trip (pelajar)
dsb. Pimpinan Tionghoa kuatir provokasi kolonial dapat menimbulkan bentrokan
bersenjata dengan kesatuan Pribumi. Mereka menolak pembentukan batalyon tsb.
Orang-orang Tionghoa yang ingin ikut melawan Belanda dianjurkan untuk
masing-masing masuk kesatuan-kesatuan Pribumi menurut kecocokan pribadi.
·
Orde Baru
Orde lama
yang memberi ruang adanya partai Komunis di Indonesia dan orde baru yang
membasmi keberadaan Komunis di Indonesia. Bersamaan dengan perubahan politik
itu rezim Orde Baru melarang segala sesuatu yang berbau Cina. Segala kegiatan
keagamaan, kepercayaan, dan adat-istiadat Cina tidak boleh dilakukan lagi. Hal
ini dituangkan ke dalam Instruksi Presiden (Inpres) No.14 tahun 1967. Di
samping itu, masyarakat keturunan Cina dicurigai masih memiliki ikatan yang
kuat dengan tanah leluhurnya dan rasa nasionalisme mereka terhadap Negara
Indonesia diragukan. Akibatnya, keluarlah kebijakan yang sangat diskriminatif
terhadap masyarakat keturunan Cina baik dalam bidang politik maupun sosial
budaya.
Misalnya
semua sekolah Tionghoa dilarang di Indonesia. Sejak saat itu semua anak
Tionghoa Indonesia harus menerima pendidikan seperti anak orang Indonesia yang
lain secara nasional. Bahkan pada jaman orde baru tersebut ada larangan
menggunakan istilah atau nama ```````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````Tionghoa
untuk toko atau perusahaan, bahasa Tionghoa sama sekali dilarang untuk
diajarkan dalam bentuk formal atau informal. Dampak dari kebijakan orde baru
ini selama 30 tahun masyarakat Tionghoa Indonesia tidak dapat menikmati
kebudayaan mereka sendiri. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan
hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini
diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas
pengobatan Tionghoa tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak
pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa
Mandarin.
5.
Dampak Diferenisasi Ras di Australia
·
Pemerintah Australia juga memperlakukan suku Aborigin dengan sangat buruk.
Kebebasan orang-orang Aborigin untuk bersosialisasi sangat dibatasi dan
hak-haknya tidak diakui.
· Di
Tasmania, konflik antara pemukim dari Eropa dengan suku Aborigin kian memanas,
sehingga pemerintah kolonialis menyatakan pembantaian terhadap orang-orang
Aborigin. Mereka dibunuh dengan membabi buta tanpa pandang bulu, baik
menggunakan senjata-senjata tajam maupun dengan menularkan berbagai penyakit
baru yang dibawa bangsa kolonialis dari Eropa, seperti: influenza, cacar,
campak, batuk rejan dan raja singa.
·
Hingga sekitar tahun 1915, gubernur dan pemerintah federal Australia berusaha
untuk mengucilkan orang-orang Aborigin yang masih tersisa dan menghilangkan
kebudayaan asli Aborigin dengan embel-embel program asimilasi, yaitu dengan
mengawinkan orang-orang Aborigin dengan penduduk berkulit putih. Mereka
terancam untuk dibunuh jika tidak mau ikut berpartisipasi dalam program
tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar